Sepetik Kisah Tiga Puluh Menit
Assalamualaikum wr. wb
Ini adalah cerita pertama yang akan ku bagikan ke kalian.
Siang itu cuaca cukup terik, bisa di bilang kurang bersahabat. Suara hiruk pikuk jalanan membuat ku semakin gerah. Belum lagi di tambah suara sumbang pengamenjalanan yang membuatku semakin panas. Waktu telah menunjukkan pukul dua siang namun seseorang yang ku tunggu tak kunjung datang. Beberapa kali ku lirik arlojiku sambil bergerutu tak tentu. Yap, tepat tiga puluh menit aku berdiri di trotoar menunggu teman yang sukses membuat mood ku berubah.
Ku perhatikan sekeliling sambil terus berharap wajahnya yang akan ku temukan. Huh, tetapi nihil wajahnya tak berhasil ku temukan. Sesekali ku lirik ponselku berharap ada kabar darinya. Tapi nyatanya tetap nihil. Ku ulangi sekali lagi ku perhatikan sekelilingku dengan seksama, tetapi mataku malah tertuju pada sesosok anak perempuan yang sedang berlarian mengejar lelaki paruh baya sambil membawa koran di tangannya. Ku perhatikan lekat-lekat gadis kecil itu. Rambutnya yang sebahu tampak kemerah-merahan, mungkin akibat terpaan sinar mentari yang terus ia hadapi. Baju yang ia kenakan tampak lusuh, kaki mungilnya pun tak beralas. Ku perkirakan gadis itu berusia delapan atau sembilan tahun. Usia yang sangat muda untuk mencari uang, di saat semua anak seusianya berlarian ke sekolah ia malah harus berlarian mengejar pelanggan korannya. Sungguh malang nasibnya, korban kerasnya kehidupan yang penuh kemelaratan.
Ketika gadis kecil itu ingin ku dekati, tiba-tiba sesosok wanita berjilbab datang menghampiri ku. Ya, dialah teman yang sedari tadi ku tunggu tanpa kabar berita. Kini ia datang dengan senyum lebar serasa tak bersalah. Huh, sungguh menyebalkan. Ku tunda keinginanku untuk menghampiri gadis kecil itu, dan kulanjutkan tujuan ku untuk pergi ke toko buku.
***
Pukul sembilan malam tepat aku turun dari angkot yang ku tumpangi. Aku turun dimana tempat aku menunggu temanku tadi. Rumahku tak jauh dari trotoar jalan, berjalan beberapa menit memasuki gang adalah rutinitasku sehari-hari ditambah angkutan umum yang setia menemani setiap perjalanan ku, baik itu pergi sekolah ataupun pergi ke toko buku.
Ketika ku berjalan menyusuri trotoar menuju gang, mataku tanpa sengaja melihat gadis kecil yang ku lihat tadi siang. Tanpa aba-aba ku arahkan langkahku menuju gadis kecil tersebut. Ku sapa ia dan disambut dengan senyuman hangat yang merekah dari bibirnya. Ku ajak ia duduk di warung kaki lima yang ada di trotoar. Mulanya ia ragu untuk mengikuti ku namun akhirnya ia menuruti ku. Ku belikan ia teh botol dan roti untuk menemani obrolan kami.
Namanya Ayu, Ayu Dita. Nama yang singkat pikirku. Ketika ku tanyai mengapa ia berjualan koran, dengan polosnya ia menjawab “ di suruh Bapak ”. Awalnya kupikir mungkin ayahnya sedang sakit, namun setelah kutanyai lebih lanjut ia hanya menjawab “ Bapak ada di rumah, sebentar lagi bapak datang jemput Ayu. Sekarang kan Ayu lagi nunggu Bapak”. Ya Allah, di zaman modern seperti ini masih ada orang tua yang tega menyuruh anaknya bekerja. Ketika ku tanyai apakah ia ingin sekolah, jawabannya cukup mencengangkan “ enggak enakan cari duit, kalau nggak sekolah aja bisa dapat duit kenapa harus sekolah”. Perlahan ku berikan gambaran perbedaan antara orang yang sekolah dan yang tidak sekolah. Ku berikan contoh-contoh tokoh besar yang sukses dengan perjuangannya untuk sekolah. Belum sempat diriku berhasil merubah pemikiran Ayu. Bapak Ayu datang dengan motor besarnya. Hal yang membuat ku kaget untuk kesekian kalinya. Waktu yang sangat singkat untukku menyimpulkan semuanya. Masih banyak yang ingin ku tanyakan padanya tentang orang tuanya, keluarganya, keinginannya dan lain sebagainya.
Yang dapat ku petik dari kejadian yang ku alami ini adalah kita sebagai sesama seharusnya lebih peduli dengan keadaan sekitar, jangan menutup mata dengan sekeliling kita. Terlebih dengan fenomena yang ada di depan mata, kita tidak akan tau apa yang terjadi jikalau kita tidak mencari tau apa yang sedang terjadi. Rumah ku dekat dengan tempat ayu berjualan koran bahkan sangat dekat, tapi bagaimana mungkin aku baru menyadari ada sesosok gadis kecil yang terbias oleh ke naifan orang tua di sekitarku. Jika di fikir Ayu berasal dari keluarga yang kurang mampu itu salah besar karna ayah Ayu memiliki motor besar dengan stelan baju yang cukup modis. Ayu bukanlah satu-satunya anak korban kemalasan orang tua, tetapi mungkin masih banyak anak yang bernasib sama seperti Ayu di luar sana.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Comments
Post a Comment